Opini

Maraknya Hedonisme Di Tengah Pemilik Kartu Indonesia Pintar

Penulis: Rika Yudha K.P.

Sudah bukan hal yang mengejutkan lagi permasalahan mengenai gaya hidup mewah oleh penerima KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah. Mahasiswa yang terdaftar sebagai bagian dari penerima beasiswa KIP, tetapi bergaya hidup hedon merupakan ironi di negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan tidak tepatnya sasaran pemerintah, sehingga seseorang yang seharusnya mampu dari segi ekonomi untuk berkuliah malah mendapatkan biaya yang seharusnya bisa orang lain dapatkan.

Peristiwa tersebut tentu membuat kita semua bertanya-tanya, bagaimana sih sistem verifikasi data yang dilakukan hingga bisa salah menilai ekonomi seseorang? dari segi apakah pemerintah bisa menyetujui untuk memberikan beasiswa KIP sampai dengan mudahnya seseorang yang mampu membiayai pendidikannya sendiri justru mendapatkan hak milik orang lain. Sedikit menjelaskan bahwa pengertian dari beasiswa KIP merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada siswa yang berprestasi, tetapi kurang mampu dari segi finansial agar bisa melanjutkan pendidikannya sampai ke perguruan tinggi. Dari pengertiannya saja sudah dapat disimpulkan bahwa syarat untuk mendapatkan beasiswa KIP adalah siswa yang tidak mampu dan berprestasi, namun kenyataan yang terjadi justru anomali di dunia perkuliahan.

Seseorang yang mendaftarkan diri untuk menjadi bagian dari penerima KIP seharusnya sudah mengetahui dua hal penting tersebut, tentunya terdapat rasa bersalah dan rasa malu pada mereka yang masih tetap mendaftaran diri dan anehnya disetujui oleh pemerintah untuk menerima dana tanggungan hidup selama berkuliah. Apalagi, hedonisme yang semakin melonjak dan bahkan terang-terangan ditunjukkan kepada khalayak publik sepertinya telah merenggut rasa malu dan etika serta norma yang ada pada diri seseorang tersebut.

Dari yang saya ketahui, data yang diberikan sebagai pendaftar hanyalah unduhan berkas mandiri dari pendaftar tersebut. Data-data yang diberikan, yaitu foto rumah dari segala sisi, mulai dari kamar mandi hingga ruang keluarga, file surat keterangan tidak mampu serta barang investasi yang pendaftar miliki. Semua yang dilakukan pendaftar hanyalah secara online, tidak didatangkan langsung untuk investigasi lebih lanjut oleh pemerintah terkait. Sudah banyak korban mahasiswa yang putus kuliah dikarenakan tidak lolos pendanaan KIP dan akhirnya tidak mampu membiayai kuliahnya sendiri. Tentu banyak sekali pihak yang dirugikan dalam hal tersebut, mau jadi apa Indonesia dengan generasi yang lemah etika dan norma dan dengan vokalnya mengambil keuntungan dari penderitaan milik orang lain? yang dipertanyakan disini ialah di mana nurani dan rasa malu dari seseorang yang mampu dan berkecukupan namun dengan sadar mendaftarkan diri menjadi bagian dari penerima beasiswa tersebut?

Leave a Reply

Your email address will not be published.