Opini

Wake Me Up When September Ends

Oleh: Ulil/Hus

Sebagaimana kita pahami bersama, di bulan September banyak terjadi peristiwa bersejarah. Bulan yang penuh kelabu. Di dalamnya banyak menorehkan kisah pilu yang mengharu biru. Teramat berat jika kita jalani hari-hari di bulan yang sarat akan kelegaman ini. Ingin rasanya segera loncat ke bulan berikutnya atau terlelap sepanjang bulan untuk bangun saat semuanya usai. Namun apalah daya, hanya bisa menikmati tiap detiknya.

Menurut Karl Marx, “Sejarah selalu berulang pada dirinya sendiri, pertama sebagai tragedi, kemudian menjadi komedi”. Tausiah beliau memang relevan bila dikontekstualkan di zaman sekarang. Banyak kejadian yang berulang dari sejarah yang mana justru menunjukkannya sebagai sebuah ‘komedi’. Tinggal bagaimana kita bijak memaknai setiap peristiwa sejarah.

Yang paling sering diperbincangkan, khususnya di akhir bulan ini ialah peristiwa G30S. Peristiwa tersebut menunjukan kegagalan coup d’etat oleh PKI. Pasca kejadian itu, banyak versi sejarah yang dinarasikan dengan kebenaran empirisnya masing-masing. PKI seolah menjadi hantu yang selalu bergentayangan, mengganggu keimanan akan ideologi bangsa kita hingga kini, apalagi di bulan September.

Isu akan kebangkitan PKI bermunculan bagai cendawan di musim hujan. Bahaya merah dimana-mana. Setiap mulut berlomba bercakap menurut kebenarannya masing-masing. ‘Event’ tahunan ini selalu disambut baik oleh berbagai lapisan masyarakat. Sejarah kelam itu masih menggerayangi alam pikir masyarakat kita. Dari diskusi sampai rekonsiliasi digelar di berbagai media. Memang tak ada salahnya hal itu dilakukan, barangkali ikhtiar untuk mereduksi paranoia akan masa lampau.

Selain itu, masih banyak lagi peristiwa bersejarah di bulan ini. Munir yang merupakan aktivis HAM tewas diracuni, di udara saat menuju Amsterdam. Lalu ada Tragedi Semanggi II yang memakan banyak korban demi terwujudnya reformasi. Dalam skala global, peristiwa 9/11 menunjukan betapa pilunya praktek terorisme. Meskipun, dibaliknya banyak kontroversi yang berkecambah.

Tahun lalu, di bulan September juga terjadi demonstrasi mahasiswa perihal #Reformasidikorupsi. Peristiwa pengesahan RUU KUHP dan UU KPK yang dinilai mencoreng marwah reformasi. Aksi mahasiswa tersebut merupakan yang terbesar pasca reformasi 98. Namun, setelah itu justru semakin banyak kebijakan pemerintah yang dibuat dan dinilai nyeleneh serta tidak memihak kepada rakyat.

Dalam lingkup kita sebagai mahasiswa, juga mengalami kegundahan. Bulan September yang merupakan awal masuknya perkuliahan, justru kita masih berkutat pada kuliah daring. Mahasiswa baru yang harusnya mulai menghirup atmosfer kampus, hingga kini belum sepenuhnya merasakan. Pengenalan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru pun digelar secara daring, sayang sekali mereka tidak menikmati euforia ‘dibimbing’ kakak senior saat ospek.

Mahasiswa yang rindu akan kehidupan kampus, pun belum bisa mencurahkannya. Kegiatan mahasiswa terpaksa diadaptasikan ke dalam jaringan. Apa boleh buat, demi menjaga kesehatan dan keamanan, kegiatan kampus ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.

Masih banyak lagi sebetulnya peristiwa yang mengoyak relung hati kita. Dalam hemat saya, September merupakan bulan yang penuh sejarah, tragedi, komedi, dan ketidakpastian. Namun sangat mustahil bila kita tanggalkan bulan ini dari sistem kalender yang ada. Maka dari itu, sikapi setiap peristiwa dengan bijak. Beberapa jam ke depan, September telah usai. Berbagai kisah di dalamnya, cukup kita kenang sebagai pembelajaran. Di hari esok pun, bukan tidak mungkin akan ada kisah yang lebih mengesankan atau mengenaskan.

.

.

Illustration by: pinterest.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.