Oleh: Septian Choirul Abidin/Hus
Malam ini aku ada di rumah, berbeda dengan beberapa malam kemarin, kali ini tidak ada resah seperti yang dirasa ketika masih di daerah perantauan. Resah karena semua lini masa media sosial seperti hantu yang mengisi seluruh pikiran burukku. Semua kejadian yang terjadi di tahun 2020 ini, membuat banyak orang menerka ada apa dan kenapa dengan kehidupan dunia? Pikirku, dunia sedang memberi pertanda akan akhir sebuah kehidupan.
Diawal tahun, Indonesia bagian pusat disambangi banjir besar-besaran akibat hujan lebat yang mengguyur waktu malam pergantian tahun baru. Daerah ibukota jadi sorotan media karena sebagian warganya menyalahkan gubernur Anies yang santer menggaungkan gerakan mengembalikan air hujan ke dalam bumi saat kampanye pilkada lalu, dan ternyata gagal dipraktikkan. Kemudian dunia internasional dikejutkan dengan pengakuan yang datang dari Gedung Putih Amerika, Trump mengakui perintahkan militer negaranya untuk membunuh Kepala Pasukan Korps Al-Quds, sayap pasukan Garda Revolusi Iran, Jenderal Qasem Soleiman. Sang jenderal tewas dalam serangan roket saat mendarat di Bandara Baghdad. Iran tidak mungkin diam, 8 Januari 2020 serangan rudal yang dilancarkan Iran ke dua pangkalan militer lawan ditandai sebagai balasan. Tidak hanya bencana alam dan perang, Januari lalu salah satu legenda NBA, Kobe Bryant tutup usia dalam kecelakaan helikopter bersama 7 orang lainnya termasuk putrinya Gianna Bryant di California, Amerika. Dunia olahraga basket sangat berduka akan peristiwa ini. Sama halnya pada dunia olahraga basket, panggung musik Indonesia juga berduka atas meninggalnya salah satu musisi hebat tanah air, Glenn Fredly akibat sakit yang dideritanya sejak lama. Dan masih banyak lagi yang menjadikan resah semakin dalam, salah satu yang paling populer mengisi lini masa adalah teror COVID-19 yang sampai sekarang masih mengisi ketakutan semua umat manusia.
Dimulai dari Tiongkok pada akhir 2019 lalu, makhluk kecil tak kasat mata ini terus meluas keseluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Berbagai teori tentang kemunculan virus ini terus diduga banyak pihak. Tapi apapun itu, pandemi COVID-19 membuat sebagian besar kegiatan sehari-hari kita jadi berbeda, tempat ibadah sepi, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dimana-mana, kegiatan belajar mengajar melalui online, orang-orang tidak bebas nongkrong di tempat makan favoritnya, sebagian besar orang kehilangan pekerjaannya, dan masih banyak lagi yang harus dilakukan demi memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Intinya ini semua mengubah kehidupan kita dan membatasi segala ruang gerak. Pandemi mengerikan ini merupakan bencana non alam yang patut kita waspadai, bukan untuk ditakuti. Akibat terlalu takut dan panik, banyak oknum yang tidak tau diri dengan besar ego mereka menimbun berbagai kebutuhan hidup manusia, seketika saja sebuah masker jadi susah didapat, handsanitizer dari semua merk jadi barang langka, bahkan terjadi kehabisan stok bahan pangan pokok di beberapa supermarket dan semacamnya.
Aku beropini malam ini, kurasa musuh yang lebih besar dari virus itu adalah rasa cemas dan ketakutan dalam diri. Dalam keadaan dunia seperti ini, manusia dengan rasa cemasnya adalah hal yang wajar, dengan adanya rasa cemas tersebut akan merangsang otak manusia untuk siap menghadapi tantangan yang akan datang, justru yang tidak cemas dengan keadaan seperti inilah yang tidak normal. Namun, ketika rasa cemas dan takut itu berlebihan, ia akan menyebabkan ego jadi besar, menghilangkan rasa aman dalam diri, menjadikan manusia yang kehilangan kontrol sehingga apapun dilakukan untuk survive dalam keadaan seperti ini tanpa memedulikan manusia lain. Kecemasan tersebut akan menjadi umpan balik diri sendiri yang mengakibatkan turunnya imunitas tubuh. Padahal selain kita dihimbau untuk selalu menjaga kesehatan tubuh, kita juga diharuskan untuk menjaga kesehatan mental. Kalau kita merasa resah saat menengok lini masa yang penuh dengan pemberitaan COVID-19, tinggalkan. Bacalah yang lain. Tidak perlu menyalahkan media massa yang selalu memberitakan hal seperti itu, memang tugas mereka memproduksi berita yang sesuai faktanya, cukup kita yang cerdas sebagai konsumen. Karena tidak semua orang merasa ketakutan saat membaca berita tentang COVID-19, ada juga yang membutuhkan.
Dari sisi ekonomi, pandemi COVID-19 mempengaruhi keadaan ekonomi dunia saat ini. Aku mencoba mengutaran opiniku dalam hal ini, meskipun aku bukan ahli dibidangnya. Ekonomi dunia sekarang sedang anjlok karena pandemi COVID-19, himbauan untuk selalu jaga jarak dan melakuan social distancing sering kali digemborkan agar masyarakat mengerti akan bahayanya pandemi ini. Akibatnya, banyak pekerja di PHK, banyak café ditinggal pengunjungnya, banyak tukang ojek kehilangan pemesan jasanya, banyak pemilik warung makan yang tidak didatangi lagi oleh pelanggannya, terminal, bandara, statiun dan pelabuhan pun sepi penumpang, serta masih sangat banyak pihak lain yang dirugikan. Beberapa daerah terlihat layaknya kota mati. Awalnya aku berfikir bahwa bangsa ini akan mengalami krisis ekonomi lagi, bahkan lebih parah karena dibarengi dengan adanya pandemi COVID-19. Namun aku salah, kita harus selalu berfikir positif akan suatu hal. Bangsa sehebat ini tidak akan jatuh jika masyarakatnya saling mengulurkan tangan, saling membantu satu sama lain. Meskipun ada himbauan untuk melakukan pembatasan sosial, tapi tidak ada batasan untuk kita memiliki rasa kepedulian sosial setinggi-tingginya terhadap sesama manusia. Dalam keadaan seperti ini, menurutku sangat lebih penting kita menyelamatkan manusia dari wabah COVID-19 daripada menyelamatkan ekonomi dunia, karena manusia akan membangkitkan ekonomi dunia dengan sendirinya, tapi COVID-19 tidak membangkitkan manusia. Jadi ulurkan tanganmu untuk membantu yang membutuhkan, jangan biarkan mereka mati hanya karena tidak makan.
Dari sisi agama, banyak orang yang menyambungkan pandemi ini dengan tanda akhir zaman. Menurutku akhir zaman sudah dimulai ketika Rasulullah SAW wafat, karena Baginda Rasul adalah utusan terakhir yang diturunkan Allah untuk membawa petunjuk bagi manusia. Itu dari sisi agama Islam, dari sisi agama lain aku kurang paham. Artinya sudah sangat lama akhir zaman itu dimulai, pun aku sendiri tidak tau apakah pandemi yang terjadi sekarang adalah salah satu tanda dari akan berakhirnya kehidupan dunia, yang aku tau selama kita masih diberi kesempatan untuk menghirup udara dunia, selama itulah kita diharuskan untuk selalu memperbaiki diri dan mendekat pada Sang Pemilik Kehidupan. Di luar sana banyak orang yang berteriak “hidup mati diatur oleh Tuhan, tidak perlu takut dengan corona” karena mereka tidak setuju akan himbauan untuk tidak mengadakan kegiatan-kegiatan agama yang mengundang kerumunan orang dalam jumlah banyak. Menurutku salah, mereka tidak menunjukkan rasa cintanya kepada Tuhan dengan benar. Sesuai prinsip ajaran agamaku, menghindari keburukan lebih baik daripada mendatangkan manfaat. Adanya kegiatan agama memang baik, tapi kegiatan tersebut memungkinkan angka penularan infeksi COVID-19 semakin tinggi dan justu malah akan memperkeruh keadaan saat ini. Coba lihat tenaga medis yang kelelahan, alat kesehatan dan alat pelindung diri yang kekurangan, dan obat yang belum ditemukan. Mereka bunuh diri jika masih nekat tidak mengindahkan himbauan untuk jaga jarak dan menghindari kerumunan. Agama mana yang membenarkan bunuh diri? Tidak ada. Stay safe temanku.
Oh iya, Alhamdulillah tahun ini kita masih diizinkan untuk dapat merasakan nikamatnya bulan suci Ramadhan, meskipun suasananya akan berbeda akibat pandemi COVID-19 ini. Tapi aku berharap kondisi ini tidak mereduksi semangat kalian dalam beribadah dan beramal baik. Bulan Ramadhan datang sebagai kesempatan kita untuk melipat gandakan pahala dari segala perbuatan baik yang kita lakukan. Mungkin Ramadhan tahun ini akan jadi momen untuk refleksi diri, menyadarkan kita untuk lebih mendekat kepada Allah, dan memahami apa yang kita mau dari hidup ini. Semoga kita saling memaafkan dan aku berharap dibulan suci ini semua doa baik dikabulkan, niat baik dilancarkan, dan kita semua dikuatkan. Aamiin.
Untuk seluruh saudaraku, umat manusia di dunia ini, aku mengerti keresahan kalian, pesanku untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan diri, serta selalu berfikir positif dan yakin kita mampu membalikkan keadaan. Meskipun amin kita berbeda, tapi doa kita sama, corona hilang dan dunia kembali seperti sedia kala.