Oleh : Tegar/Hus
Belakangan ini dunia sepakbola dikejutkan dengan kehadiran European Super League atau biasa disebut ESL. ESL menjadi kontroversi karena dibuat atas inisiatif 12 tim tanpa melibatkan UEFA selaku organisasi induk sepakbola Eropa. Rincian 12 tim itu adalah AC Milan, Arsenal, Atletico Madrid, Chelsea, Barcelona, Inter Milan, Juventus, Liverpool, Manchester City, Manchester United, Real Madrid, dan Tottenham Hotspur.
Pemrakarsa berdirinya ESL yakni Florentino Perez selaku presiden dari klub Real Madrid dengan beberapa petinggi-petinggi klub lainnya. Para pendiri dari tiap masing-masing klub tersebut bersatu untuk membentuk ESL yang pada akhirnya ditolak oleh tiap kalangan pecinta sepakbola. Mengapa ESL ditolak ? alasannya sudah pasti karena format yang digunakan dalam kompetisi ESL tidak sesuai dengan liga lainnya seperti Liga Champions dan Liga Eropa.
12 tim tersebut akan terus mengisi slot ESL tanpa adanya degradasi sehingga mereka akan tetap menjaga eksistensi mereka di turnamen tersebut. Sisa dari slot yang tersedia nantinya diisi oleh tim-tim yang lain yang mana akan selalu berotasi sesuai dengan performa tiap musimnya. Mungkin dengan adanya ESL berpotensi juga memendam harapan tiap tim “underdogs” yang belakangan ini selalu memberikan kejutan walau tak diunggulkan. Rasanya apabila ESL tetap berjalan maka dunia sepakbola khususnya sepakbola Eropa akan semakin dibatasi dan dikuasai oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Seharusnya dunia sepabola adalah milik orang orang yang mencintai sepakbola, dan sepakbola ada karena untuk para penggemar disegala penjuru dunia. Berakhirnya dan ditiadakannya ESL mengembalikan tradisi sepakbola yang merdeka yang sudah berjalan puluh puluh tahun lamanya. Sepakbola bukan sebatas drama dan olahraga, tetapi sepakbola juga tentang sejarah, loyalitas dan kebanggaan.
Editor : Abhipraya/Hus