Oleh : Afi/Hus dan Fresty/Hus
Universitas Darma Sejahtera terletak di Kota Alpen dengan jumlah mahasiswa lebih dari 1.000 orang, para mahasiswa bukan hanya berasal dari wilayah Alpen saja namun ada yang dari luar ibukota bahkan dari luar pulau. Mahasiswa angkatan tahun 2018 dibagi menjadi 5 kelas, tiap kelas terdiri dari 50-60 orang, kelas B terdiri dari 58 mahasiswa dengan ketua kelas bernama Bana, asal dari Kota Suda. Bana adalah mahasiswa yang berpikir kritis akan peristiwa yang terjadi di dalam negeri, khususnya pada masyarakat dan pemerintah.
“Temen-temen kalian sudah lihat dan dengar berita yang menimpa masyarakat di Pulau Seka?” kata Bana kepada teman-temannya di kelas.
“Lah, emang ada apa? Aku belum baca berita hari ini” jawab Tina yang sedang menyalin materi kuliah tadi.
“Aduh, Tina ini kudet amat kamu, berita itu udah disebarin kemaren dan jadi trending topik di medsos tau” jawab Ray yang sedang duduk dekat Bana.
“Hah, serius? Apa si beritanya guys, ngomong dong” desak Tina kepada teman-temannya yang telah membuat penasaran tentang berita tersebut.
“Nih baca!” perintah Bana ke Tina sambil meyodorkan HP-nya ke Tina.
“Ya ampun, kasian ih, kok bisa kaya gitu?” tanya Tina ke teman-temannya.
“Eh, nanti sambung lagi, mending keluar dulu kelasnya mau dipake tau” sela Bana ke semua teman-teman yang ada dikelas.
“Iya dong kan aku kepo, eh yang mau ngobrolin ini ayo ke Gazebo biar adem gitu” jawab Tina.
“Oke lah” singkat Ray.
Ketiga mahasiswa tersebut kumpul setelah kuliah pagi di gazebo sesuai keinginan Tina,Tina pun mulai mencari informasi di internet perihal kejadian yang terjadi di daerah Seka tersebut, ternyata di Seka telah terjadi bencana alam yaitu banjir yang melanda lebih dari 5 desa dan 1 kota digenangi banyak air, masyarakat bahkan harus mengungsi dan sekolah diliburkan. Tidak sedikit anak-anak dan balita terkena penyakit dari air banjir tersebut.
“Guys aku sedih liat berita ini, kasihan mereka ngga bisa mencari nafkah dong untuk menghidupi keluarganya? Tuh sawah-sawah disana juga gagal panen kan? Baru aja nanem padi” jelas Bana dengan rasa kasian.
“Ya gimana lagi, emang itu udah biasa kan dari tahun ke tahun juga kaya gitu, kalau musim hujan mulai banyak banjir, kalau kemarau banyak yang kekeringan” jawab Ray.
“Eh Ray, kenapa kamu bilang kaya gitu si? Kamu bicara seolah olah ya udah urusan mereka, repot amat si, bukan kaya gitu Ray” jelas Tina ke Ray yang sedang asik memainkan HP-nya.
“Banjir kan juga gara-gara masyarakatnya yang buang sampah di sungai, tentu mereka yang terkena imbasnya lah” jelas Ray dengan nada sedikit tinggi.
“Emang betul makanya harus ada yang menyadarkan bahwa membuang sampah jangan di sungai tapi harus buat lubang lalu bakar terus kubur, bukan hanya itu, kalau bisa dibuat resapan air disekitar rumah warga agar nanti air hujannya meresap ke tanahnya,” jawab Tina.
“Hei kalian berantem terus si, gini aja kalian mau jalan-jalan ngga?” tanya Bana ke Tina dan Ray.
“Tumben nanya gitu, mau kemana emang?” tanya Ray sedikit penasaran.
“Aku niatnya ngumpulin donasi dulu untuk masyarakat di Seka, pasti mereka juga kekurangan makanan dan obat-obatan kan?” jelas Bana.
“Wah idemu bagus banget Na, aku setuju tapi gimana cara ngumpulin donasinya? Atau kita minta bantuan sama UKM di sini buat ngebantuin kita untuk ikut berdonasi nanti para anggota mereka dimintai ikhlas untuk memberi sumbangannya atau sedikit rejeki mereka,” kata Tina.
“Aku setuju sama Tina, Ray mau ikut ngga buat donasiin ke masyarakat di Seka?” tanya Bana ke Ray.
“Tentu lah, niat ibadah juga dong” jawab Ray dengan semangat.
Pada malam hari Tina membuat surat untuk diberikan ke semua UKM di Universitas yang berisi surat pernyataan untuk turut ikut dalam memberi donasi atau bantuan berupa sembako, uang atau apapun yang sekiranya dibutuhkan untuk para korban banjir di Seka.
Keesokan harinya Bana mengirimkan surat-surat tersebut dan mendapat respon baik dari para pengurus UKM tersebut. Bana pun memberitahukan informasi ini kesemua teman-temannya di kelas dan mereka bersedia untuk memberikan bantuan kepada korban banjir.
“Temen-temen kelas B, saya, Tina, dan Ray berencana untuk mengumpulkan donasi-donasi dimana nantinya akan disumbangkan kepada masyarakat yang terkena banjir di Seka,” jelas Bana kepada teman-temannya di kelas B.
“Wah pantesan aku dikasih info sama ketua Kegiatan Mahasiswa yang aku ikutin, ternyata itu semua rencana kalian, salut lah buat kalian,” jawab Didi dengan rasa bangga kepada temannya itu.
“Jadi, bagaimana kalian mau ikut membantu masyarakat Seka?” tanya Tina yang duduk di barisan depan.
“Oke, setuju banget,” jawab anak-anak kelas B.
Tina bertugas untuk mencatat jenis dan jumlah donasi yang masuk, sedangkan Bana dan Ray membantu dalam mencari donasi yang lebih banyak seperti menawarkan kepada para dosen. Respon dari para dosen sangat baik kepada Tina, Ray, dan Bana.
Setelah dua minggu…
“Udah terkumpul berapa donasinya? Cukup belum si buat desa-desa disana? Kan ada lima desa kan?” tanya Ray ke Tina.
“Sepertinya cukup,” jawab Tina.
“Syukur deh kalau udah cukup mah, besok hari Jum’at sore kita berangkat kesana untuk memberikan sumbangan ini ke desa-desa disana, dan rencanaku mau bawa 2 mobil karena banyak. Satu mobil milik ayahku dan satunya milik kakanya Ray, gimana?” tanya Bana kedua temannya itu.
“Boleh aja, aku juga udah ngomong sama kakakku katanya boleh dan aku bisa bawa besok,” jawab Ray.
“Oke, abis kuliah langsung siap-siap,” sambung Tina dengan semangat.
Sesuai rencana setelah kuliah pada hari Jum’at selesai Tina, Bana, dan Ray mulai menyiapkan semua barang-barang donasi dan pergi ke Seka tersebut. Jumlah donasi yang telah terkumpul dimasukan kedalam bagasi mobil dan sisanya di dalam mobil.
“Udah beres semua Ray? Barang-barangnya udah dimasukin semua? ngga ada yang ketinggalan kan?,” tanya Bana ke Ray yang sedang memanaskan mobilnya.
“Udah, aku udah masukin semua barang-barangnya ke bagasi dan ngga muat sebenernya nanti ada yang di dalam mobil deh, ngga papa?” jawab Ray
“Oke, berarti ngga ada kendala, Tina, ayo pergi, kamu masuk ke mobil aku aja karena di mobilnya Ray udah penuh dengan barang,” perintah Bana ke Tina
Tina hanya mengangguk dan tersenyum, begitupun dengan Ray. Mereka berangkat pukul 15.00 dan sampai pukul 20.00. Perjalanan ini membutuhkan waktu yang lama karena jarak dari kampus ke Pulau Seka cukup jauh. Mereka sampai di Desa Gagat, yaitu desa pertama yang mereka kunjungi. Tina mencari kepala desa tersebut atau yang mewakili untuk menerima bantuan dari mereka, para masyarakat sangat berterimakasih akan bantuan yang mereka dapatkan. Tidak lama mereka melanjutkan perjalanan ke desa-desa lain yang terkena banjir, sampai desa kelima atau terakhir yaitu Desa Banda, tepat pukul 23.00 mereka sampai di desa tersebut, dikarenakan sudah terlalu malam untuk pulang, Tina, Bana, dan Ray diajak untuk menginap di tempat pengungsian oleh kepala desa tersebut.
“Sudah malam Nak, mari untuk bermalam disini saja nanti nak Tina di tempat tenda saudara perempuan saya di sebelah barat dan nak Bana dan Ray di sebelah timur,” ajak Pak Karso selaku kepala desa.
“Bener Nak besok saja pulangnya, jangan dipaksakan nanti malah di jalan ada apa-apa bagaimana?” sambung istri Pak Karso.
“Baik Pak, Bu, kami terima dan kami sangat berterimakasih telah memperbolehkan untuk bermalam disini, dan besok pagi-pagi sekali kami pulang,” jawab Bana kepada Pak Karso dan istrinya.
“Anggap saja kami keluarga kalian karena kalian mau membantu masyarakat di Desa Banda ini,” sambung Pak Karso.
“Iya Pak, sama-sama, kami sebagai makhluk sosial memang wajib membantu sesama apalagi yang terkena musibah,” jawab Ray.
“Mari Nak Ray dan Bana, lalu Nak Tina ikut istri saya,” ajak Pak Karso ke Bana, Tina, dan Ray.
Bermalam di Desa Banda dirasakan oleh Bana, Tina, dan Ray hanya sebentar mungkin karena meraka kelelahan dijalan kemarin, pukul enam pagi mereka bangun dan mandi lalu mereka kumpul di dekat mobil untuk mengecek bahan bakar mobil mereka masih atau tidak.
“Mobilku masi ada bahan bakarnya kalau kamu Ray?” tanya Bana ke Ray yang mencoba memanaskan mobilnya.
“Sama mobilku juga masih paling nanti aku isi lagi dijalan nanti,” jawab Ray.
“Nak ayo sarapan dulu ibu-ibu disini sudah masak untuk kalian, ayo!” ajak istri Pak Karso tersebut.
“Iya Bu, terimakasih jadi nambah ngerepotin karena ada kami disini,” ucap Tina dengan nada kurang nyaman.
“Ah, nak Tina ini biasa aja ko ngga repotin sama sekali, ayo nak Bana, nak Ray,” ajak istri Pak Karso lagi.
Lalu akhirnya mereka sarapan bersama yang telah disiapkan oleh para ibu-ibu disana dan mereka berbincang-bincang sedikit dengan masyarakat disana lalu pamit pulang kepada Pak Karso dan istrinya juga beberapa warga disana. Pukul 08.00 mereka pergi. Tina dan Bana satu mobil.
“Tina, lihat mereka, senyuman yang mereka keluarkan ikhlas dan tanpa ada rasa berat hati, mereka menerima kita untuk menginap semalam dan dikasih sarapan pula,” jelas Bana ke Tina yang sedang melambaikan tangan kepada masyarakat disana.
“Kau benar Bana, tetapi melihat peristiwa yang mereka alami saat ini aku jadi berpikir, apa orang yang baik selalu diberi cobaan? Contohnya saja masyarak Seka yang baik dan ramah kepada sesama namun diberi cobaan seperti ini,” tanya Tina ke Bana yang sedang menghidupkan mobilnya.
“Kita tidak tau apa rencana Tuhan ke kita, kita hanya bisa berdoa dan memohon ampun kepadanya supaya semua cobaan ini dipermudah untuk dihadapi,” jelas Bana.
“Aamiin,” jawab Tina “Dadah semua, terimakasih Pak, Bu,” lanjut Tina pamit ke semua warga disana.
Mereka akhirnya pulang dengan rasa senang dan menceritakan pengalamannya ke semua anak-anak kelas B pada keesokan harinya.