
Mediahusbandry.com- Widji Thukul yang memiliki nama asli Widji Widodo merupakan seorang penyair sekaligus aktivis yang berjuang untuk hak asasi manusia. Widji Thukul lahir pada tanggal 23 Agustus 1963 di Desa Sorogenen, Solo, Jawa Tengah. Melalui aksi dan karyanya, beliau mencoba mengungkapkan dan memprotes berbagai bentuk ketidakadilan dan pelanggaran terhadap hak-hak manusia.
Widji Thukul merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ia lahir dari keluarga Katolik yang sederhana di mana ayahnya adalah seorang penarik becak sementara ibunya adalah seorang penjual ayam bumbu. Sebagai anak pertama Widji Thukul berhasil mendapatkan pendidikannya di SMP Negeri 8 Solo, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) atau dikenal dengan SMK Negeri 8 Solo dengan mengambil jurusan tari. Namun sayangnya beliau tidak dapat menamatkan pendidikan terakhirnya tersebut karena masalah ekonomi dan harus drop out (DO). Setelah itu, beliau berjualan koran dan kemudian oleh tetangganya diajak bekerja di sebuah perusahaan mebel antik sebagai tukang pelitur. Ketika bekerja sebagai tukang pelitur itu, beliau sering menunjukan puisi-puisinya untuk teman sekerjanya.
Widji Thukul dikenal sebagai penyair pelo alias cadel. Beliau memiliki bakat menulis sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) lalu mulai tertarik dengan dunia teater saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Melalui teman sekolahnya, beliau mulai bergabung dengan kelompok Teater Jagalan Tengah (Jagat). Bersama dengan teman-teman Jagat inilah beliau pernah mengamen puisi dari kampung ke kampung di beberapa kota seperti Solo, Jogja, Klaten, sampai Surabaya. Widji Thukul mengamen puisi dengan berbagai iringan musik: rebana, gong, suling, kentongan, gitar, dan sebagainya.
Sajak-sajak Widji Thukul banyak diterbitkan dalam media cetak, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti Suara Pembaharuan, Bernas, Surabaya Post, Merdeka, Inside Indonesia (Australia), Tanah Air (Belanda), dan penerbitan mahasiswa, seperti Politik (Universitas Nasional, Jakarta), Pijar (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta), dan Keadilan (Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta) pada masanya. Terdapat tiga sajak Widji Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, serta Bunga dan Tembok (ketiganya ada dalam antologi “Mencari Tanah Lapang” yang diterbitkan oleh Manus Amici, Belanda, pada 1994.
Widji Thukul bukanlah penyair yang hanya piawai menyuarakan kata-kata puitis. Beliau dan kata-katanya adalah penggerak massa yang tertindas. Pada 11 Desember 1995, beliau membakar semangat lebih dari 15 ribu buruh pabrik garmen PT Sri Rejeki Isman (Sritex) di Desa Jetis, Sukoharjo, Solo, untuk berhenti kerja sejak pagi. Penyebabnya yaitu karena para buruh menuntut kenaikan upah kerja. Selama ini mereka digaji di bawah standar minimal provinsi dan sering lembur berlebih sehingga alami sakit. Padahal kondisi keuangan perusahaan sedang bagus pada saat itu. Tahun 1992, sebagai warga Jagalan-Purungsawit, beliau ikut serta dalam demonstrasi menentang pencemaran lingkungan oleh sebuah pabrik tekstil, PT. Sariwarna Asli Solo. Pada 1993, Widji Thukul bersama temannya, Semsar Siahaan, membentuk Jaker (Jaringan Kerja Rakyat), sebuah jaringan kerja seniman yang bergerak di bidang daya cipta dan kreativitas. Nyalinya yang tak takut mati berlanjut pada tahun 1994. Terjadi aksi massa petani di Ngawi, Jawa Timur. Beliau yang memimpin massa dan melakukan orasi dipukuli aparat militer. Di tahun 1995, beliau menjadi penggerak demonstrasi besar aksi protes karyawan PT. Sritex. Kala itu, ia dipukuli aparat sampai cedera pendengaran dan nyaris buta, meninggalkan cacat mata karena dibenturkan ke sebuah mobil. Semenjak itu, ia diincar karena diduga menjadi dalang demonstrasi dan puisi-puisinya dicurigai sebagai penggerak massa melakukan protes.
Dengan mata kanan yang menampakkan bekas cedera hasil hantaman aparat saat demonstrasi buruh Sritex, Thukul membacakan puisinya yang terkenal, “Sajak Suara dan Peringatan“.

Pada 22 Juli 1996, Widji Thukul berangkat ke Jakarta untuk menggabungkan Jaker dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD). Jadilah Beliau sebagai Ketua Divisi Propaganda dan Editor Suluh Pembebasan. Rekan-rekan Widji Thukul diliputi rasa kecewa atas pilihannya masuk dalam ranah politik, termasuk guru teaternya, Cempe Lawu Warta. Menurut pandangannya, seorang seniman tidak seharusnya terlibat dalam politik praktis, karena bisa membahayakan keselamatannya sendiri. Sejak tahun 1996, Widji Thukul dikenal sebagai seorang seniman rakyat dan menjadi bagian dari PRD, berpaham sosialis dan beroposisi politik dengan rezim Orde Baru.
Pada 27 Juli 1996, terjadi aksi pengambilalihan secara paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jl. Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai oleh pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan dilakukan oleh Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) yang dibantu oleh aparat polisi dan ABRI. Kerusuhan meluas di beberapa daerah di Jakarta. Beberapa gedung dan kendaraan terbakar. Peristiwa tersebut disebut dengan peristiwa Kudatuli.
Pada 21 Mei 1998 ketika rezim Soeharto berhasil dilengserkan, Widji Thukul menghilang. Kerusuhan pada Mei 1998 ini telah menyeret beberapa nama aktivis kedalam daftar pencarian aparat Kopassus Mawar. Di antara para aktivis itu adalah aktivis dari Partai Rakyat Demokratik, Partai Demokrasi Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan, JAKKER, pengusaha, mahasiswa, dan pelajar yang menghilang terhitung sejak bulan April hingga Mei 1998. Semenjak bulan Juli 1996, Thukul sudah berpindah-pindah keluar masuk daerah dari kota satu ke kota yang lain untuk bersembunyi dari kejaran aparat. Dalam pelariannya itu Thukul tetap menulis puisi-puisi pro-demokrasi yang salah satu di antaranya berjudul Para Jendral Marah-Marah. Pada tahun 2000, Sipon (istri Widji Thukul) melaporkan hilangnya Thukul pada KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), namun Thukul belum ditemukan hingga kini.
Penulis : Fenny Nurmaya/Hus
Editor : Abhipraya/Hus
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Widji_Thukul#Pendidikan
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Wiji_Thukul