Pict: Google.com
Bergulirnya semester baru di FAPET menimbulkan permasalahan bagi beberapa mahasiswa angkatan 18. Beberapa mahasiswa angkatan 18 mengalami perbedaan terkait dana yang harus dibayarkan kepada fakultas yaitu UKT untuk semester dua. Mahasiswa yang mengalami perbedaan UKT mengadukan hal ini ke Adkesma BEM FAPET.
“Sejauh ini, kami mendapat tiga keluhan dari tiga mahasiswa angkatan 18 terkait perbedaan pembiayaan UKT dari semester sebelumnya” ujar Denis selaku Menteri Adkesma BEM FAPET.
BEM FAPET membantu mahasiswa FAPET dalam menangani permasalahan UKT, baik itu mengajukan keberatan dan penyesuaian UKT. Mahasiswa yang mengalami keberatan mengenai UKT dapat mengajukan melalui call center Adkesma BEM FAPET. Kemudian Adkesma BEM FAPET akan mengadvokasikan hal tersebut ke birokrasi.
Terkait kenaikan UKT secara tiba-tiba yang dialami tiga mahasiswa FAPET angkatan 18, BEM FAPET menyayangkan minimnya informasi dari birokrasi. Advokasi ke birokrasi pun masih mengalami kesulitan. BEM FAPET mengharapkan adanya transparansi alokasi UKT sekaligus uang pangkal yang diberlakukan di 2018.
Pak Novie selaku Wakil Dekan Bidang Akademik tidak tahu mengenai naiknya UKT yang dialami oleh tiga mahasiswa angkatan 18 di semester ini. Beliau menjelaskan bahwa naik atau turunnya UKT merupakan wewenang pusat. Fakultas tidak berwenang dan hanya menerima laporan dan pengajuan perihal penyesuaian UKT yang kemudian akan diajukan ke rektorat.
“Kemungkinan besar mengenai kenaikan UKT ini terjadi karena kesalahan sistem. Karena kami juga tidak mengetahui apapun mengenai hal tersebut.”,ujar Pak Novie. Pak Novie menjelaskan bahwa alokasi UKT seluruhnya murni untuk pendidikan yang meliputi sarana dan prasarana pendidikan di FAPET. Anggaran yang diperoleh fakultas sebenarnya masih sangat terbatas, maka dari itu setiap tahunnya dibuat rancangan anggaran untuk memaksimalkan kebutuhan pendidikan.
Anggi merupakan mahasiswa FAPET 18 yang mengalami kenaikan UKT di semester dua. Saat semester 1, Ia membayar UKT sebesar 2,2 juta yang sebelumnya sudah terjadi kesepakatan saat registrasi fisik. Kemudian UKT 2,2 juta mendadak diinformasikan oleh pihak UNSOED akan dinaikan menjadi 2,5 juta. Hal tersebut dikarenakan salah satu anggota keluarga Anggi sudah melebihi usia yang telah ditentukan pihak UNSOED sebagai tanggungan keluarga.
Anggi mengira perubahan UKT menjadi 2,5 juta akan diberlakukan mulai semester dua. Di semester dua ternyata ia membayar UKT sebesar 2,8 juta. Hal ini tentu saja sangat memberatkannya karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Kemudian ia membuat pengaduan ke Adkesma BEM FAPET dengan melampirkan nota pembayaran di semester satu dan semester dua yang kemudian segera diproses oleh Adkesma BEM FAPET.
UKT tertinggi di FAPET adalah 2,5 juta sedangkan Anggi membayar UKT sebesar 2,8 juta. Setelah dikaji, ternyata selisih Rp 300.000,- tersebut untuk menutupi kekurangan pembayaran di semester satu yang hanya 2,2 juta. Jika di semester tiga Anggi tetap membayar UKT sebesar 2,5 juta, berarti dia tidak mengalami kenaikan UKT. Hanya di awal saja untuk menutupi kekurangan pembiayaan di semester sebelumnya.
Hal yang sangat disayangkan dari kasus Anggi yaitu minimnya informasi yang didapat mahasiswa mengenai pembiayaan UKT. UKT merupakan permasalahan pelik mahasiswa. Minimnya informasi akan menimbulkan berbagai asumsi yang akhirnya menjadi kontradiksi. Jika sudah timbul prasangka dari para mahasiwa terkait permasalahan UKT, ditakutkan akan menjadi dinamika yang kurang sehat di lingkungan kampus. (Ulil/Hus)