Opini Serba-Serbi

Tingwe Tak Lekang Zaman

Penulis : Ulil/Hus

Mediahusbandry.com-Fenomena rokok tingwe (linting dewe; melinting sendiri) kembali mencuat ke permukaan tidak pernah lekang oleh waktu. Tingwe bukan sekadar alternatif dari naiknya harga rokok. Lebih dari itu, tingwe bahkan menjadi pilihan politik dan simbol perlawanan.

Rokok tingwe sudah ada jauh sebelum munculnya rokok pabrikan. Konon sejak zaman Kerajaan Mataram, masyarakat sudah mengenal rokok lintingan. Maka bisa dikatakan melinting tembakau sudah menjadi budaya masyarakat kita.

Seiring berkembangnya zaman, tingwe mulai digantikan oleh rokok pabrikan yang siap pakai. Bahkan saat ini, tingwe dikonotasikan dengan orang tua dan hal-hal kuno. Aktivitasnya yang rumit dianggap sebagai kegiatan orang kelas bawah yang tidak mampu membeli rokok pabrikan.

Meski begitu, fenomena tingwe masih sering kita jumpai hingga kini. Cukai rokok yang semakin tinggi membuat rokok tingwe sebagai alternatif untuk menikmati tembakau. Naiknya harga rokok juga berimbas pada petani tembakau yang mana produk tembakau dari petani tidak seluruhnya diserap oleh industri rokok sehingga tembakau dipasarkan langsung ke konsumen.

Tingwe kini sudah merasuk di kalangan muda. Anak muda tak lagi malu melinting tembakau untuk sekadar menikmatinya. Terlebih lagi, anak kost yang memilih rokok tingwe karena keterbatasan dana untuk menikmati rokok pabrikan tetapi masih merasakan nikmatnya tembakau.

Dynamic Duo Antara Kopi dan Bako Lintingan

Varian tembakau sangat beragam jenisnya. Tembakau yang dicampuri rasa seperti leci, mangga, vanilla, dan sebagainya pun ditujukan untuk pasar kalangan muda. Tembakau petani lokal berbagai daerah juga memiliki kekhasan rasanya masing-masing.

Bukan sekadar tren, tingwe merupakan pilihan politik. Cukai rokok yang semakin tinggi tentunya berimbas pada petani tembakau dan konsumen akhir. Di samping itu, dengan tingwe setidaknya kita memaknai dan menghargai jerih payah petani tembakau untuk bertahan hidup.

Tingwe adalah simbol perlawanan. Panglima Besar Jenderal Soedirman sangat gemar merokok tingwe  dan dia merupakan penentang keras kolonialisme Belanda. Tingwe adalah perlawanan terhadap industri besar rokok yang sewenang-wenang terhadap petani tembakau.

Namun semuanya kembali lagi kepada pilihan kita. Dengan tingwe, bukan serta merta kita menjadi orang yang progresif dan menentang segala bentuk penindasan. Tingwe hanyalah suatu budaya yang melekat dalam masyarakat kita.

Penikmat rokok pabrikan pun bukan berarti pro terhadap kapitalisasi tembakau. Bukan juga menjadi orang-orang borjuis kolot yang menentang perubahan. Sebagai penikmat tembakau, kita juga perlu sadar akan segala konsekuensi dari pilihan kita.

Fenomena tingwe akan selalu ada dan dinikmati oleh para penikmatnya. Kaum muda hingga tua memiliki caranya masing-masing dalam menikmati mahakarya petani tembakau. Bijak dalam setiap pilihan pun dapat dijadikan sebagai bumbu pelengkap dalam menikmatinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.