Penulis : Ferri/Hus
Mediahusbandry.com- Pendidikan merupakan bentuk perlawanan terhadap segala bentuk ketidakadilan untuk meraih kemerdekaan diri. Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) jatuh pada tanggal 2 Mei, dimana tanggal tersebut merupakan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia.
Perkembangan pendidikan di Indonesia semakin maju setiap waktunya. Hal tersebut tidak terlepas dari peran Rohana Kudus terhadap pergerakannya di bidang pendidikan. Perempuan kelahiran Koto Gadang, 20 Desemeber 1884 ini merupakan kakak tiri dari Sutan Syahrir dan bibi dari penyair Chairil Anwar.
Rohana bukan dari kalangan priyayi. Ia tumbuh dalam keluarga moderat yang dikepalai oleh Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam, yang merupakan seorang kepala jaksa pada masa Hindia Belanda dan ibu rumah tangga. Sejak kecil Rohana gemar membaca, karena ayahnya selalu mensuplai bacaan lewat buku, majalah, dan surat kabar.
Pendidikan formal tidak pernah dilewati dirinya selama kanak-kanak. Rasa keinginan dan semangat yang tinggi, menyebabkan dirinya cepat menguasai materi yang diajarkan oleh ayahnya. Pelajaran yang dimaksud mencakup membaca, menulis, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Melayu, dan berhitung.
Ketika usianya menginjak enam tahun, Rohana pindah tugas ke Alahan Panjang sebagai juru tulis. Bertetangga dengan keluarga pejabat Belanda tersebut, ia diajari oleh sang istri untuk menyulam, menjahit, menenun, merajut, dan memasak.
Tahun 1908, Rohana dan Abdul Kudus menikah. Kisah perlawanan Rohana dan Abdul di bidang pendidikan terekam melalui Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) yang dibangun pada tahun 1911. Kurikulum yang diajarkan sekolah tersebut yaitu mengenai keterampilan bagi perempuan. KAS bukan sekedar rumah ilmu, melainkan indutri rumah pertama di Koto Gadang, karena beberapa hasil karya peserta KAS merupakan produk ekspor.
Kepedulian dirinya untuk perempuan terus berlanjut, hingga hal tersebut mendorongnya bersurat kepada Redaksi Utusan Melayu supaya perempuan diberi kesempatan untuk sekolah dan menulis. Maharadja yang merupakan wartawan senior Utusan Melayu, menemui Rohana untuk berbincang. Hasil dari perbincangan tersebut, Rohana mendirikan Surat Kabar Sunting Melayu pada tahun 1912, yang merupakan media bagi perempuan di seluruh Melayu.
Kiprahnya di bidang jurnalistik tidak hanya di Sunting Melayu. Tahun 1920, Rohana pindah ke Medan menjadi Pemimpin Redaksi Perempuan Bergerak. Ia kembali ke Padang tahun 1924 dan diangkat menjadi redaktur di Surat Kabar Radio, yang diterbitkan Cinta Melayu Padang.
Semangat Rohana sebagai insan pers tidak pernah surut, serupa halnya dengan keinginan untuk memajukan perempuan. Kritik mengenai ketidakadilan bagi perempuan terus dilayangkan melalui pena. Hingga akhirnya tulisan tersebut tersebar luas ke Pulau Jawa.
Rohana wafat pada tanggal 17 Agustus 1972 dan dimakamkan di Pemakaman Karet, Jakarta. Pemerintah menobatkan dirinya sebagai wartawati pertama di Padang pada tahun 1974. Serta atas jasanya di bidang pers, ia merupakan jurnalis pertama di tanah air yang berani memperjuangkan hak-hak bagi perempuan.
Sumber :
Editor : Abhi/Hus