Oleh : Aditya Rendy Sanjaya/Hus
Kehidupan kampus sudah dimulai, tak terasa masa putih abu-abu telah terlewati begitu saja. Kata orang kehidupan perkuliahan itu akan menyenangkan apalagi romantisme perkuliahan. Percintaan di perkuliahan mungkin adalah hal yang paling sering ditemui, aku salah satu korbannya.
Hari itu adalah hari pertama perkuliahan dimulai secara luring, aku yang masihlah seorang remaja baru besar tentu akan terpikat pada perempuan cantik.
Sosoknya melewatiku dengan senyuman yang sangat manis, dengan riangnya dia berjalan menyusuri koridor kampus bak seorang cinderella yang baru saja keluar dari istana. Secarik wangi vanilla menembus inderaku, membuatku semakin tertarik dengannya.
Kelas perdanaku secara luring telah selesai, aku yang dibuat penasaran hingga rasanya hanya ragaku yang ada di dalam kelas tadi, pikiranku jelas terbang ke tempat dia berada yang mana akupun tidak tahu tepatnya.
Aku yang menyerah untuk mencari bak tersambar petir di siang hari bolong. Dia melewatiku lagi untuk kedua kalinya.
Malu adalah hal yang wajar untuk remaja sepertiku, jadi hal yang kuputuskan adalah untuk mengenal siapa namanya.
Alena
Itu nama yang aku dengar sekilas karena temannya memanggil dia. Rasa penasaran kian membesar ketika aku mengetahui namanya.
Temanku yang sedari tadi memerhatikanku terpaku langsung menyadarkanku dengan pukulannya. “Heh, sadar bego, bengongin apa sih?” Pukulan itu membuatku tersadar dan kembali ke dunia yang suram ini. “ehehe sorry bro, itu tuh ada cewe cakep banget”, temanku yang mendengar hal tersebut langsung melihat ke arah yang tunjuk.
Gelengan kepala disusul dengan pukulan ke arah kepala adalah hal yang aku dapatkan dari temanku ini. Dia memang temanku sedari awal aku memasuki perkuliahan, kenal semenjak awal menjadi mahasiswa baru dengan kelompok yang sama dan keabsurdan yang sama pula.
“heh babi, lihat-lihat kalau naksir orang. Itu kating bodoh.” Hal tersebut membuat aku menjadi agak gentar untuk mengenalnya lebih dalam. ‘kating ya punya kating, tapi adek tingkat sudah pasti punya kating juga’ kata kata itu terbesit karena ucapan temanku yang brengsek itu.
“tapi jodohkan ga ada yang tau lam” aku tunjukkan kumpulan gigi seriku padanya, yang membuat dia ingin memukulku ke tiga kalinya. Melihat hal itu membuatku langsung lari bergegas ke motor untuk kembali ke singgasana terakhirku, kosanku.
Hari berganti, hal tersebut terus terjadi hingga aku merasa bahwa tuhan memang punya rencana kedepannya.
Tak lama praktikum dimulai, dan aku yang sangat malas pun harus mau tak mau mengikuti kegiatan tersebut karena itu merupakan hal yang wajib di kampusku.
Praktikum ini adalah mata kuliah lanjutan dari materi yang paling aku benci, biologi.
Aku yang sangat membenci biologi harus bertemu kakaknya?! Memang sudah gila ya kampus ini, bisa-bisanya membuat aku yang benci biologi harus bertemu mikrobiologi.
Memasuki ruangan praktikum, aku melihat sosok yang sangat familiar, alena berdiri di depan jajaran alat-alat di laboratorium, walaupun tak terlihat sepenuhnya karena terhalang namun aku yang familiar dengan kehadirannya dan wangi khas vanillanya itu tak bisa dibohongi.
‘Tuhan memang selalu punya rencana’ gumamku dalam hati.
Selama praktikum pun aku hanya bisa tertegun karena sosoknya yang cantik, dan lembut ketika mengajarkan teman-temanku yang memang agak sableng kelakuannya. “weh geblek, belajar bego bukannya ngeliatin asprak terus” disusul dengan sikutan temanku.
Tersadar akan sikutannya membuatku kembali semangat belajar, tentu sembari melihat wajah alena yang cantik itu hehe.
Praktikum hari itu selesai dan ternyata ada pembagian kelompok untuk pengumpulan laporannya. Seperti yang aku bilang bahwa tuhan selalu punya rencana memang terkabul. Dia menjadi asisten untuk kelompokku dan aku di jadikan koordinator kelompokku.
Kembali ke kostan aku yang ditunjuk sebagai koordinator harus menghubungi asisten untuk kelanjutan pengumpulan laporan dan yang lainnya.
“Selamat sore kak, perkenalkan saya randy dari kelas x selaku koordinator kelompok 7X, untuk pengumpulan laporannya gimana ya kak?”, ‘ting’ sebuah pesan langsung sampai kepadaku dalam hitungan menit, “Pengumpulan laporannya nanti ke kostan aku aja ya, oh iya sekalian save aku, biar gampang hubunginnya ya”. Aku yang sedari tadi menunggu langsung dengan sigap membalas pesan tersebut, “baik kak, aku savenya siapa ya kak namanya”, ‘ting’ pesan yang sangat cepat kembali muncul di layer notifikasiku. “Save aku alena ya gausah pake kak dan lain-lain, sekalian nih kamu ambil awetan buat kelompokmu, siapa tau kalian bingung bentuknya gimana” hal tersebut disusul oleh sebuah maps lokasi.
Aku yang mendapatkan pesan itu langsung dengan sigap membalas “otw kak, ngebut ga pakai rem”.
Selama perjalanan aku hanya tersenyum seperti orang gila, siapa sih yang tidak gila ketika tau crushnya itu menjadi dekat hanya karena praktikum.
Sampai di lokasi ternyata dia sudah berdiri di depan pintu gerbang, menunggu aku datang. Rasanya seperti pangeran yang akan menjemput tuan putri untuk pergi ke kastilnya.
“ini awetan yang bisa kalian pakai, tapi inget ya jangan langsung di jiplak, kalian ubah-ubah katanya, kalian cari juga jurnal-jurnal terbaru jangan pakai yang lama”. Aku hanya tertegun, yang langsung mendapatkan balasan tepukan tangan di depan muka. “heh malah bengong, ini ambil barangnya, hati-hati pulangnya”, aku yang menyadari kebodohanku hanya menggangguk dan langsung putar arah untuk pulang.
Sesampainya di tempatku aku mendengar suara notifikasi lagi, ‘ting’ tak lain ternyata itu alena, dia bilang untuk mengabarinya bila sudah sampai di rumah.
Aku tak membalas pesan itu, karena aku harus menggunakan tarik-ulur, agar dapat membuat obrolan baru nantinya.
Karena alena adalah tipe orang yang suka memposting sesuatu, itu merupakan sebuah peluang untukku dengan membalas postingan-postingannya. Karena hal tersebut membuat hubungan kami semakin dekat, entah itu kami mulai makan siang bersama, dan bahkan mulai menonton bioskop.
Semakin aku kenal dengan dia, semakin aku yakin bahwa alena itu seperti angin, dia akan membawa apapun bersamanya. Entah itu angin dari gunung yang menyejukkan, atau angin panas dari pantai.
Hal tersebut menjadi sebuah keunikan tersendiri, dia akan menangis dan menceritakan hal-hal yang membuatnya sedih, atau dia bahkan akan tertawa hanya karena sebuah video hewan.
Aku yang berusaha mendekatinya sedari awal mulai menyadari bahwa ternyata tuhan merencanakan aku untuk menjadi layangan yang terbang tinggi di langit, dengan bantuan alena sebagai angin yang akan membawaku kemanapun dia inginkan, tapi aku sangat-sangat menyukai hal tersebut.
Rencana tuhan memang sulit ditebak, seperti alena.
Alena si angin, dan Aku si Layangan