Artikel

Ebeg dan Kontribusi terhadap Budaya Masyarakat Banyumasan

mediahusbandry.com-Tari ebeg merupakan sebuah tarian rakyat khas Keresidenan Banyumas yang melingkupi Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kebumen. Arti ebeg berasal dari kata eblek yang berarti anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda berwarna hitam atau putih. Ebeg sejenis tarian yang menceritakan latihan perang. Secara histori, tari ebeg sudah berkembang sejak abad 18 yakni pada zaman Pangeran Dipenogoro sebagai bentuk dukungan rakyat terhadapnya dalam melawan Belanda.

Ebeg dimainkan oleh lima sampai delapan orang tentunya dengan diiringi seperangkat gamelan. Empat fragmen ebeg yang umumnya dimainkan adalah dua kali tarian buto lawas, tarian senterewe, dan tarian begon putri. Tidak ada koreografi khusus pada ebeg, namun pemain dituntut untuk bergerak dengan kompak.

Kesan mistis dan ekstrem kerap kali dikaitkan pada tari ebeg, karena atraksi-atraksi yang sering ditampilkan ditengah atau diakhir pertunjukkan. Atraksi ebeg dianggap sebagai bentuk kekuatan nenek moyang terdahulu. Dalam Bahasa Banyumasan, atraksi dikenal dengan istilah mendhem yang berarti kesurupan. Tindakan keserupan oleh pemain biasanya diperlihatkan dengan kegiatan makan sesajen. Namun di luar kesan gelapnya tari ebeg, terdapat pesan kepada manusia untuk senantiasa melakukan kebaikan dan selalu ingat kepada Tuhan.

Peran Ebeg bagi Masyarakat Banyumasan

Seiring perkembangan zaman, cara pandang warga Banyumas terhadap seni mulai ditonjolkan pada seni pertunjukkan rakyat. Fenomena tersebut mulai terjadi tahun 1970.  Secara sadar bahwa kesenian tumbuh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banyumas, sehingga lahirlah sebuah kebudayaan. Pun berbagai aspek kehidupan dalam ebeg diantaranya adalah kepercayaan, sikap, dan perilaku serta pendidikan.

Pertunjukkan ebeg kerap difungsikan sebagai pengiring upacara sedekah laut atau suranan. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat Banyumasan di area yang dekat laut seperti Teluk Penyu, Menganti, Widara Payung, dan lainnya. Pun tujuan dari sedekah laut yakni sebagai bentuk ucapan syukur masyarakat terhadap kelimpahan ikan di laut.

Tumbuhnya sikap dan perilaku masyarakat Banyumasan dipengaruhi peran ebeg sebagai alat interaksi sosial. Artinya, ebeg menciptakan sebuah respon bagi masyarakat dalam memahami pertunjukan ebeg. Sehingga, eksistensi tetap stabil dan terus dikenal bagi masyarakat Banyumasan.

Memperkenalkan budaya lokal seperti ebeg merupakan peran yang harus dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. Seperti hal nya dalam pendidikan, ebeg dikenalkan sebagai media pembelajaran kepada pelajar. Tujuannya yakni untuk mengembangkan kepekaan estetis melalui karya seni tradisional. Diambil dari penelitian Juniati et al., (2021) bukti nyata ebeg sebagai media pembelajaran sudah diimplementasikan oleh SMPN 8 Cilacap sebagai ujian praktik dalam mata pelajaran Seni Budaya.

Lestarikan Eksistensi Ebeg bagi Masyarakat Banyumasan

Tari ebeg yang sudah lama melekat menjadi suatu budaya di Banyumasan tidak seharusnya eksistensinya berkurang. Setiap generasi berhak untuk mendapatkan pemahaman mengenai budaya lokal. Pun implementasi melestarikan ebeg dapat dilakukan oleh masyarakat yakni dengan mengikuti pertunjukkannya dan turut serta berkontribusi dalam komunitas seni setempat.

Referensi :

Faozan, A. (2019). Analisis Struktur Pertunjukkan Seni Ebeg Grup Condong Campur di Desa Maruyunhsari Kecamatam Padaheranh Kabupaten Pangandaran. Jurnal Pendidikan Seni 2 (1) : 1-5.

Ismah. (2018). Melestarikan Tari Ebeg Banyumasan sebagai Upaya Memelihara Kesenian Rakyat. Jurnal Warna 2 (2) : 29-42.

Juniati, N.E., dan U. Arsih. (2021). Bentui dan Fungsi Pertunjukoan Ebeg Yurangga Edan di Kelurahan Kabupaten Cilacap. Jurnal Pendidikan Tari 2 (1) : 1-15.

Penulis : Oliv/Hus

Editor : Faaz/Hus

Leave a Reply

Your email address will not be published.