Sastra

Bertemu

Oleh : Rahman/Hus

Pic : Rahman/Hus

Awal Januari 2018…

Semilir angin pagi terasa sejuk menyapa tubuhku. Terasa begitu nyaman, hingga ku ingin kembali terlelap. Mata yang masih malu-malu dengan keagungan Sang Surya, terbuka dengan cepat, bereaksi terhadap ketukan pintu.

“Pandu, bangun!!” Teriak ibu memanggilku sambil mengetuk pintu.

“Iya Bu, Pandu sudah bangun” Jawabku lirih sambil beranjak dari tempat tidur. Kubuka pintu kamar dan kulihat ibuku sedang mempelototiku.

“Cepat mandi, hari ini berangkat sekolah,” Teriak ibuku yang sudah daritadi mencoba membangunkanku.

Tanpa pikir panjang, aku pun langsung mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi.

***

Setelah mandi, wangi, dan rapi. Aku segera berangkat ke sekolah. Kucium tangan ibuku yang menggerutu karena kuabaikan ajakannya untuk sarapan di rumah.

“Aku buru-buru ibu, sebentar lagi gerbang sekolah ditutup,” kataku sambil berlari ke garasi.

Motor yang sudah ada di hadapanku, langsung aku nyalakan dan memacunya dengan kekuatan penuh. Tak butuh waktu lama, aku sudah berada di kerumunan motor.

Dengan langkah cepat, aku segera menuju ke kelas. Aku yang baru meletakkan tas langsung terpana melihat seorang gadis berwajah putih dengan rambut yang terurai memasuki kelasku.

Pikiran yang tadinya berantakan menjadi tertata rapi karena terbius oleh senyum kecil yang tersungging di bibirnya itu.

“Siapa dia?” Dalam benakku bertanya-tanya sambil menatap dirinya yang sedang mencari tempat duduk.

Aku yang terbuai dengan kecantikannya, langsung sadar dan bereaksi terhadap suara teman sebelahku.

“Charissa namanya,” Ucap Ryan yang seakan tahu isi benak ku. “Dia kemarin baru masuk.”

“Mantap,” ucapku sambil mengacungkan 2 jempol ke arahnya.

Kemarin, aku seharian terbaring lemas di rumah. Tidak tahu bahwa disini kedatangan seorang bidadari. Entah mimpi apa aku semalam, sehingga bisa melihat bidadari tanpa selendang di ruang ini.

Tet Tet Tet, suara keras bel membuatku tersadar dari lamunan.

Tak lama kemudian, guru pun dengan cepatnya mengisi penuh papan tulis dengan berbagai angka. Pelajaran yang dipenuhi dengan angka membuatku bosan, hingga timbul keingingan untuk terlelap dalam tumpukan buku yang ada di depanku.

Tetapi aku membatalkan niatan tersebut dan mencoba melihat seorang gadis yang membuat diriku terpana sekaligus terpesona dengan kecantikannya itu. Semakin lama kupandangi, semakin ku ingin mengenalnya lebih jauh. Akan tetapi, aku sadar, dirinya itu seperti bulan yang menerangi gelapnya malam, sedangkan diriku hanyalah pungguk yang hanya bisa memandanginya.

Seharian itu, aku hanya bisa memandanginya tanpa berani bicara sepatah kata pun dengannya.

***

Satu minggu kemudian…

Aku yang cenderung pemalu terhadap mahluk bernama wanita, mencoba memberanikan diri untuk duduk disampingnya. Kulakukan itu untuk membuktikan kepada temanku bahwa aku ini tidak takut terhadap wanita.

“Ris, Boleh duduk sini?” tanyaku sambil menunjuk kursi yang ada di sebelahnya.

“….” tanpa bicara dengan menatap kosong ke arahku.

Aku yang tidak tahu dengan arti tatapan tersebut, langsung saja duduk di sebelahnya. Baru satu menit duduk di sampingnya, aku pun langsung pindah ke tempat duduk ku dan menyuruh temanku untuk gantian duduk di sebelahnya. Namun, temanku pun juga tidak bertahan lama duduk disana.

***

Lambat laun, seiring berjalannya waktu aku mencoba untuk lebih dekat denganmu. Bahkan sampai sengaja duduk di belakangmu. Perjuanganku untuk lebih dekat denganmu akhirnya membuahkan hasil.

Kini tak ada lagi kekakuan antara kita berdua. Bahkan sampai dirimu berani mengejek ku dengan umpatan kasar ketika aku menjahilimu.

Semakin lama duduk di belakangmu, semakin sering pula aku melihat punggungmu. Aku pun berharap bahwa di punggungmu itu ada sayap yang mengembang indah di  tubuh elokmu.

Hari demi hari berlalu dengan cepat. Hingga tak terasa liburan semester genap tiba. Aku yang biasa memandangimu langsung, kini hanya bisa memandangimu lewat layar kecil sebesar 5 inchi.

***

2 juli 2018…

Hari ini adalah hari pertama aku duduk di kelas 12. Aku yang tak sabar ingin melihatmu secara langsung, sengaja untuk berangkat ke sekolah lebih awal.

Namun, pupus harapanku untuk bertemu denganmu, karena hari itu dirimu tak masuk ke sekolah. Ku lihat akun media sosialmu, ternyata juga tidak ada postingan terbaru.

Sekarang sudah hari ke-3 dirimu tidak masuk dan ketika kulihat akun media sosialmu, terdapat sebuah postingan terbaru. Ternyata postingan itu menunjukkan bahwa dirimu sedang berada di rumah sakit.

Esoknya, Aku pun bertanya langsung kepada pamannya yang kebetulan salah satu guru di sekolahku.

“Permisi Pak, rissa sakit apa ya?” tanyaku setelah bersalaman dengan beliau.

“Lah biasa, paling juga besok sembuh,” jawab beliau dengan santai.

Setelah mendengar ucapannya, hati yang tadinya resah menjadi sedikit lebih tenang.

***

6 juli 2018…

Aku mendapatkan sebuah pesan singkat dari pamannya sekitar jam 11.20 WIB.

“Ndu, jangan kaget, Rissa sudah berpulang tadi jam 11.05 WIB.”

“Tolong kasih tahu temen-temenmu supaya bisa tetap tenang.”

Dada ini terasa sesak, seakan tidak percaya dengan isi pesan singkat tersebut. Akan tetapi, tidak mungkin itu adalah sebuah kebohongan.  

Kenapa dirimu pergi begitu cepat? Kenapa dirimu datang yang pada akhirnya kau hanya singgah? Kalau begini lebih baik dririmu tidak datang supaya aku tidak mengenalmu. Isi pikiran ku berkecamuk hebat, seakan mengharap ini hanyalah sebuah mimpi, tetapi aku sadar, ini bukanlah mimpi.

Esok harinya, dirimu dimakamkan di sebuah pemakaman umum. Aku berharap kematianmu itu hanyalah sebuah mati suri. Namun, aku baru tersadar bahwa itu bukanlah mati suri, ketika engkau tertimbun oleh banyaknya tanah.  

Rasa suka dan sayang yang tertanam dan tumbuh dalam penjara hati ini, kini tidak akan bisa lepas untuk mengakuinya. Sekarang, diriku benar-benar kehilangan dirimu. Mungkin hanya kehilangan fisik, sementara kenanganmu akan terus tersimpan dalam hati.

Hari-hari yang kan kujalani

Kini semua kan terasa sunyi

Walau hampa pasti kuhadapi

Kuucapkan selamat jalan

Selamat tinggal

Tidur yang lelap

Mimpi yang indah

Selamat jalan

Lagu dari Bondan Prakoso & Fade 2 black yang berjudul R.I.P itu sering kudengarkan sampai tak sadar air mata telah membasahi pipiku. Mungkin perjalanku yang ingin mengukir sejarah hati dan pikiran bersama kau telah berakhir. Entah dirimu menganggap apa diriku. Entah sebagai seorang kawan ataupun sahabat, aku pun menerimanya. Walaupun dalam hatiku selalu berharap ingin menjadi kekasihmu.

Leave a Reply

Your email address will not be published.